Abolisi Terhadap Tom Lembong Tidak Tepat Secara Hukum, LBH Medan: Kriminalisasi dan Politisasi Hukum

Photo Author
- Jumat, 1 Agustus 2025 | 21:40 WIB
Foto: Direktur LBH Medan Irvan Saputra SH MH  (LBH Medan )
Foto: Direktur LBH Medan Irvan Saputra SH MH (LBH Medan )

Abolisi Terhadap Tom Lembong Tidak Tepat /Cacat Hukum

LBH Medan Sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menilai jika Abolisi terhadap Tom Lembong tidak tepat secara hukum atau dapat dikatakan cacat hukum. Dimana secara regulasi yaitu Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti dan Abolisi menegaskan jika amnesti dan abolisi diberikan kepada orang-orang yang melakukan tindak pidana atau dengan kata lain orang yang bersalah (Vide Pasal 1). 

Baca Juga: Targetkan Menang 90 Menit di Final Lawan Vietnam, Vanenburg Pamer Garuda Muda Tak akan Latihan Penalti

Oleh karena itu tidaklah tepat jika Tom Lembong yang merupakan mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia diberikan Abolisi oleh Presiden. Secara Tom Lembong belum dinyatakan bersalah karena belum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde) terhadap dirinya. 

Tidak hanya itu berdasarkan fakta persidangan dan putusan hakim Tom Lembong tidak menerima apapun dari dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepadanya. Serta dalam kasus Tom Lembong tidak adanya Mens Rea (Niat Jahat). Oleh karena itu secara tidak langsung Abolisi yang diberikan Presiden telah melegitimasi Jika Tom Lembong Pelaku Tindak Pidana Korupsi/orang yang telah bersalah.

Seyogiaya, kasus Tom Lembong haruslah diputus Bebas, Putusan Bebas menegaskan jika iya tidak melakukan tindak pidana. LBH Medan melalui Direkturnya Irvan Saputra SH MH menilai jika upaya hukum Banding yang dilakukan Tom Lembong merupakan langkah yang tepat dan sudah sepatutnya diputus bebas (Vrijpraak).

Baca Juga: Sri Mulyani Tegaskan Penarikan PPh oleh Marketplace Bukan Aturan Baru, Sebut Demi Kepastian Hukum

Atas putusan tersebut negara harus membersihkan nama baik Tom Lembong dan keluarganya yang teribas dalam kasus a quo. Bukan malah memberikan Abolisi.

Kasus Tom Lembong Merupakan Kriminalisasi dan Politisasi Hukum

Berawal dari kebijakan Mantan menteri Perdagangan RI (2015-2016) Tom Lembong yang memberikan izin Impor gula. LBH Medan menilai kebijakan yang diambil Tom bukanlah tindak pidana, melaikan hak seorang Menteri yang menjalakan tugasnya dalam menjaga ketersedian gula dan stabilitas harga gula nasional. Oleh karena itu tuduhan melanggar pasal 2 Undang-undang Tipikor jelas merupakan Kriminalisasi terhadap Tom Lembong. 

Artinya seorang yang tidak bersalah harus dipaksakan bersalah dengan dalih penegakan hukum. Tidak hanya Kriminalisai, LBH Medan menilai jika kasus Tom Lembong merupkan Politisasi Hukum, dimana hukum digunakan sebagai tujuan politik untuk memenjarakan lawan politiknya.

Konsekuensi Hukum Pemberian Abolisi Terhadap Tom Lembong

Seringkali aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum dengan cara-cara yang bertentangan/cacat hukum bahkan ugal-ugalan. Kecacatan yang terjadi baik secara materil maupun formil (prosedural) mengakibatkan kerugian dalam hal perampasan kemerdekaan seorang.

Baca Juga: Rico Waas Serap Aspirasi di Kampung Nelayan Belawan, Warga Butuhkan Ambulance Perahu dan Alat Pemadam Kebakaran

" Maka, bercermin dari kasus Tom Lembong pemberian abolisi ini haruslah memberikan konsekusi hukum terhadap aparat penegak hukum yang menangani kasus a quo," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra SH MH kepada media Jum'at(1/8/2025).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ferra Hariyanto

Tags

Rekomendasi

Terkini

X