JAKARTA-Portibinews: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada masyarakat untuk membuat laporan secara resmi jika mengetahui ada tindakan korupsi.
Laporan resmi tersebut nantinya membuat KPK bisa melakukan proses penyelidikan yang diperlukan secara resmi.
“KPK mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka silakan dapat menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Baca Juga: Kemenkeu Buka Peluang Penempatan Dana Negara di BPD, tapi Wanti-wanti Risiko dan Kasus Lama
Pernyataan dari KPK tersebut menanggapi klaim dari Mahfud MD tentang adanya dugaan mark up atau penggelembungan dana dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Laporan Harus Ada Informasi Awal
Mengenai laporan masuk ke KPK, Budi mengatakan bahwa harus ada data atau informasi awal yang disertakan agar lembaga antirasuah tersebut bisa memulai proses penyelidikan.
“Tentunya dari setiap laporan pengaduan masyarakat, KPK akan mempelajari, akan menganalisis apakah substansi atau materi dari laporan tersebut termasuk dalam unsur dugaan tindak pidana korupsi atau bukan,” terangnya.
Selanjutnya, akan dilakukan verifikasi dan menganalisis apakah laporan tersebut berada di bawah penyelesaian yang dilakukan oleh KPK.
Klaim Mahfud MD soal Tindakan Mark Up Anggaran Proyek KCJB atau Whoosh
Tudingan adanya mark up dana proyek Whoosh ini diutarakan oleh Mahfud MD dalam siaran YouTube Mahfud MD Official yang diunggah pada 14 Oktober 2025.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat tetapi di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS, naik tiga kali lipat,” kata Mahfud MD.
“Siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah, itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” jelasnya.