"Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," lanjutnya.
Negara Rugi Rp193 Triliun
Qohar menjelaskan Kejagung juga menemukan dugaan markup atau penambahan nilai kontrak pengiriman oleh tersangka YF dalam melakukan impor minyak mentah dan produk kilang.
Qohar mengklaim, negara telah mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi itu.
Imbas dari skandal dugaan korupsi minyak mentah itu membuat harga BBM yang dijual kepada masyarakat menjadi mahal.
"Sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," tegas Qohar.
Di sisi lain, Kejagung menyebut perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan negara merugi sekitar Rp193,7 triliun.
Total kerugian itu bersumber dari beberapa komponen yakni Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun, serta Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT atau Broker sekitar Rp2,7 triliun.
"Adapun, Kerugian Impor BBM melalui DMUT atau Broker sekitar Rp9 triliun, Kerugian Pemberian Kompensasi sekitar Rp126 triliun, dan Kerugian Pemberian Subsidi sekitar Rp21 triliun," tandas Qohar.
Baca Juga: Tepat 122 Hari, Reshuffle Jilid I Kabinet Merah Putih, Prabowo Copot Mendiktisaintek Satryo
Sebelum menetapkan Dirut PT Pertamina sebagai tersangka, Kejagung juga pernah menggeledah kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) di Jakarta, pada Senin, 10 Februari 2025.
Adanya penggeledahan itu bahkan membuat pihak Kementerian ESDM menonaktifkan Direktur Jenderal (Dirjen) Migas, Achmad Muchtasyar.
Dirjen Migas Dinonaktifkan ESDM
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengklaim penonaktifan Achmad Mustasyar sebagai Dirjen Migas di Kementerian ESDM usai adanya penggeledahan Kejagung di kantor Ditjen Migas, Jakarta, pada Senin, 10 Februari 2025.