Menko Pangan itu menjelaskan, pemerintah membutuhkan telur sekitar 368 ribu ton per tahun senilai Rp11 triliun, ikan 415 ribu ton setara Rp17,85 triliun," papar Zulhas.
"Daging ayam 663 ribu ton bernilai Rp26,5 triliun, serta beras 2,3 juta ton bernilai Rp31 triliun," imbuhnya.
Jika seluruhnya dipasok dari petani dan peternak lokal, efek domino yang tercipta diyakini sangat besar.
Kendati demikian, Zulhas mengingatkan realisasi potensi tersebut bergantung pada kemampuan sektor pangan dalam negeri untuk memenuhi lonjakan permintaan.
“Kita ingin semua bahan dari dalam negeri, tapi pasokannya harus siap. Jangan sampai harga naik tinggi,” ujarnya.
Pemerintah disebutnya tengah menyiapkan mekanisme distribusi dan pembiayaan yang efisien agar manfaat ekonomi dapat dirasakan masyarakat luas.
Baca Juga: Babak Baru Kasus Korupsi Harvey Moeis: Sandra Dewi Relakan Aset Mewahnya yang Kini Disita Kejagung
Zulhas: Investasi Sumber Daya Manusia
Zulhas menegaskan, MBG harus dilihat sebagai strategi membangun kualitas manusia, bukan semata bantuan pangan.
Dengan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak dan ibu hamil, program ini diharapkan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.
Ia pun berharap seluruh pihak, termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah, ikut mengawal pelaksanaan MBG agar berjalan tepat sasaran.
“Kalau ini berhasil, hasilnya baru akan terlihat dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan,” ujar Zulhas.
Berkaca dari hal itu, sebelumnya, terdapat sorotan khusus dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
LPEM FEB UI menilai, Indonesia bisa belajar dari pendekatan yang digunakan Brasil dalam menjalankan program makan sekolah nasionalnya.
Baca Juga: Kontrak RI-China Ihwal Pengadaan Whoosh Tuai Sorotan, Anggota DPR Disebut Tak Tahu Isi Kontraknya