seni-budaya

Lebaran Ketupat, Tradisi dan Budaya setelah Idul fitri peninggalan Sayed Habib

Jumat, 28 April 2023 | 09:05 WIB
Foto: Lebaran ketupat di Kalten sebagai tradisi sayed habib solo (@klatenkab.go.id)

 

Klaten –Portibinews: Masih terasa beberapa tahun lalu, perayaan lebaran ketupat dilaksanakan sebagai bagian untuk rasa syukur setelah pelaksanaan satu bulan berpuasa dan Idul fitri, masyarakat bergembira dengan melakukan perayaan setelah lebaran, dengan sebutan lebaran ketupat dengan bagi-bagi ketupat yang dipusatkan didaerah Jimbung Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten Jawa Tengah.

Biasanya ada perayaan atau pasar malam disekitar tempat lebaran ketupat dan masyarakat dari berbagai daerah yang masih mudik tidak lupa menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat itu dengan bertamsya di kawasan yang disebut rawa (rowo) Jombor di Jimbung dengan menaiki perahu atau istilahnya gethek.

Ribuan warga dari berbagai daerah di wilayah Klaten dan sekitarnya berduyun-duyun mendatangi Bukit Sidoguro Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, satu minggu setelah pelaksanaan lebaran atau Idul Fitri atau istilahnya lebaran ketupat. Kedatangan mereka tak lain untuk mengikuti ritual rebutan ketupat yang merupakan puncak perayaan Syawalan.

Baca Juga: Kemenkes Taiwan Menemukan Dua Mie Instan Yang Punya Zat Kanker

“Puncak perayaan syawalan warga sini jatuh pada H+7 hari ini,” kata seorang warga Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Arifin. Pada puncak syawalan, imbuh Arifin, puluhan gunungan ketupat diarak untuk diperebutkan oleh warga. Namun sebelumnya, puluhan gunungan ketupat tersebut didoakan oleh pemuka agama terlebih dahulu.

“Warga masih meyakini, ketupat tersebut bisa membawa berkah dalam kehidupan. Jadi banyak warga sengaja datang untuk ikut berebut ketupat itu,” tambah Arifin.

Tradisi sebar ketupat ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak puluhan tahun silam. Bahkan sudah diadakan jauh sebelum Rowo Jombor ada. Ketika itu, seorang pemuka agama bernama Sayid Habib yang masih keturunan dari Kasunanan Surakarta tinggal di daerah setempat.

Baca Juga: Index Ultraviolet Melonjak, Ini Beberapa Kesalahan Penggunaan Sunscreen

Waktu itu, Sayid Habib menyelenggarakan syawalan dan sengaja menyediakan ketupat untuk dibagikan pada masyarakat sekitar sebagai bentuk sedekah. “Beliau sengaja memilih Kupat (ketupat) karena berasal dari kata Ngaku Lepat yang artinya adalah mengaku bersalah,” kata salah seorang kepala Desa Krakitan kala itu bernama Nurdin.

Sejak saat itulah, tiap bulan syawal masyarakat di sekitar Bukit Sidoguro selalu mengadakan kegiatan tersebut. Selain sebagai wujud syukur, hal tersebut juga dilakukan untuk meneruskan budaya dari leluhur.

“Dan beberapa kalangan masyarakat masih meyakini, siapa saja yang bisa mendapatkan ketupat tersebut akan mendapat berkah,” paparnya.

Baca Juga: Lamhot Sinaga Realisasikan Bantuan Alat Mesin Pertanian Warga Sipahutar

Hal tersebut dibenarkan oleh Supardi (58) yang sengaja datang dari Wonogiri hanya untuk ikut berebut ketupat. Supardi berencana, ketupat yang didapat akan ditanam di empat penjuru mata angin lahan sawahnya.

Halaman:

Tags

Terkini