KARO-Portibinews: Masuknya injil diwilayah Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara ratusan tahun yang lalu merupakan sejarah terbukanya peradaban bagi masyarakat yang sebagian besar berdonisili diwilayah pegunungan tersebut.
Sejarah ini membentuk suatu kesatuan masyarakat yang tergabung dalam suatu keyakinan dan keimanan membuat masyarakat Tanah Karo memiliki identitas terhadap keyakinan suatu agama yang dibawa oleh seorang misionaris.
Wakil Bupati Deli Serdang, HM Ali Yusuf Siregar menghadiri Perayaan 133 Tahun Masuknya Injil kepada Suku Karo di Desa Wisata Rohani Buluh Awar, Selasa (18/4/2023).Baca Juga: Ini penyebab Rumah lantai dua hangus terbakar, sejumlah orang meninggal dunia
Diadakannya acara tersebut dalam rangka perayaan bersama Protestantse Kerk In Netherlands PGI & 37 Sinonde Gereja-Gereja Hasil Misionaris Belanda ke-133.
Hadir pula, Gubernur Sumatera Utara, H Edy Rahmayadi; Ketua DPRD Sumatera Utara, Drs Baskami Ginting; Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Drs Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak, MSi; dan lainnya.
Dilansir dari sejarah GBKP blogspot, Periode pertama (1890-1893) disebut sebagai periode Firman Tuhan disebarkan di bumi Karo. Pada tanggal 16 Nopember 1888, anggota parlemen Belanda JT. Cremer, yang kemudian menjabat menteri, telah menganjurkan Kristenisasi orang Batak Karo. Lalu Cremer, bersama zendeling Kreemer dari Jawa Timur mendatangi direksi dari beberapa perusahaan perkebunan yang berhasil diajak agar menyumbangkan dana kepada pihak NZG.
untuk pelaksanaan penginjilan tersebut. Pada bulan Nopember 1889 ditandatangani suatu perjanjian antara pihak NZG dengan suatu panitia Zending Batak Karo di Amsterdam (yang mewakili perusahaan), lalu diutuslah H.C. Kruyt ke Tanah Karo.
Pada tanggal 18 April 1890 Pendeta H.C. Kruyt[3] bersama Nicolas Pontoh tiba di Belawan, dan melanjutkan perjalanan ke Medan. Mereka menginap beberapa malam di Medan untuk mengadakan persiapan seperlunya. Mereka mengadakan pendekatan terhadap para penguasa di daerah ini.
seperti tuan Residen W.J.M. Michielson dan Tuan Carel Westenberg, kontelir khusus untuk orang Batak. Setelah meninjau lokasi di beberapa desa di sepanjang kaki Bukit Barisan maka Pdt. H.C. Kruyt menetapkan desa Buluhawar menjadi pos penginjilannya, karena desa ini berada pada jalur lalu lintas dari dan ke dataran Tinggi Karo. Desa ini menjadi desa persinggahan para pedagang yang disebut perlanja sira.
Baca Juga: Untuk kepentingan rakyat, Makruf Amin Pemerintah dorong percepatan pengesahan RUU perampasan aset
Pada saat itu barang dagangan diangkut dengan pikulan melalui jalan setapak mendaki dan menuruni gunung dan lembah serta menyeberangi sungai-sungai. Perjalanan ini sangat melelahkan, karena itu mereka butuh persinggahan.
Pada tanggal 1 Juli 1890, Pdt. H.C. Kruyt menetap tinggal di Buluhawar atas bantuan pengulu Buluhawar (penduduk desa Buluhawar sekitar 200 jiwa). Dia tinggal di rumah yang sederhana. Dalam catatan harian Pdt. H.C. Kruyt rumah tersebut berada di antara 2 rumah dan tidak jauh dari kampung.
Rumah tersebut disewa 16 dollar dubbeltje = 336 cent per bulan. Dia belajar bahasa Karo dan budaya Karo, dia memakai ikat kepala (erbulang), memakai kain sarung tenunan khas Karo (eruis), memakai selendang (cabin), ikut bergotong royong (aron), juga merawat orang-orang sakit. Ada sekitar 41 orang yang dia rawat.