Masalah lain dari redenominasi tersebut, menurut Anthony akan membuat harga-harga menjadi naik, tetapi tidak tercermin dalam indeks harga konsumen (IHK).
“Tidak semua harga yang naik itu masuk hitungan sebagai IHK, nah ini yang lebih dikhawatirkan,” lanjutnya.
“Kemudian akan terjadi pembulatan-pembulatan dan daya beli masyarakat yang kelas menengah bawah akan tersedot dengan redenominasi dan di sini, kita khawatirkan tingkat kemiskinan akan bertambah,” ucap Anthony.
Wacana Redenominasi Sebagai Pengalihan Isu?
Dengan tidak ada urgensi mengenai redenominasi, menurut Anthony hanya sebagai pengalihan.
“Kita di Indonesia ini kalau saya perhatikan banyak sekali sesuatu itu hanya untuk pengalihan-pengalihan, ada sesuatu yang dilempar ke publik hanya untuk pengalihan,” kata ekonom dari Political Economy and Policy Studies (PEPS) itu.
Namun, jika redenominasi akan dilakukan, setidaknya diperlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa berjalan dengan lancar.
“Seandainya redenominasi ini akan dijalankan, kita memerlukan mungkin paling sedikit 10 tahun lah, ada Undang-Undang lalu baru dilakukan,” tuturnya.
Baca Juga: Soal Kasus Korupsi Google Cloud, KPK: Sudah Naik Penyidikan Sebelum Diserahkan ke Kejagung
“Terus apa keuntungannya (redenominasi)? Saya tidak melihat ada keuntungannya gitu di dalam ekonomi. Saya tidak melihat substansi ini urgen untuk nilai ekonomi, ya,” jelasnya.
Sorotan wacana redenominasi juga ditujukan pada respons Bank Indonesia yang tidak membenarkan bahwa prosesnya akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Bank Indonesia sendiri kalau nggak salah juga mengatakan kalau ini (redenominasi) belum lah, masih jauh dan sebagainya,” kata Anthony.
“Jadi, seolah-olah BI justru menyangkal. Kasarnya jangan dibahas dulu karena ini masih jauh,” tukasnya.