Pemutakhiran Kejadian
Selain tujuh kejadian baru, BNPB juga memantau perkembangan 10 kejadian sebelumnya yang kini diperbarui kondisinya. Klaster kebakaran hutan dan lahan masih mendominasi, dengan luasan terbakar signifikan di Kalimantan Barat (±19.267 hektare), Kalimantan Tengah (±951 hektare), Jambi (±467 hektare), Kalimantan Selatan (±1.700 hektare), dan Riau (±1.886 hektare). Walaupun beberapa provinsi melaporkan tingkat kemudahan terbakar mulai menurun, potensi karhutla tetap diwaspadai mengingat pola cuaca kering masih berlangsung di sebagian wilayah.
Di klaster kekeringan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mencatat 2.527 KK atau 8.851 jiwa terdampak. BPBD setempat terus menyalurkan air bersih hingga 60.000 liter per hari. Kekeringan juga terpantau di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dengan pendistribusian air bersih dilakukan di empat nagari terdampak.
Untuk aktivitas vulkanik, Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, NTT, masih berstatus Tanggap Darurat dengan 823 KK atau 3.177 jiwa mengungsi. Namun, tingkat aktivitas gunung telah diturunkan dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Siaga) pada 29 September 2025.
Sementara itu, gempa bumi yang mengguncang Jawa Timur dan Bali pada 26 September 2025 berdampak pada 110 KK atau 550 jiwa. BPBD bersama BNPB terus melakukan pemulihan, termasuk pendirian tenda keluarga dan kegiatan trauma healing bagi warga terdampak.
Upaya BNPB
BNPB melalui Kedeputian Bidang Penanganan Darurat terus mendampingi daerah berstatus darurat, termasuk di provinsi-provinsi yang terdampak karhutla, kekeringan, gempa bumi, dan erupsi gunung api.
Pemerintah daerah dan BPBD juga bergerak cepat dalam pembersihan material bencana, pemadaman karhutla, distribusi air bersih, hingga evakuasi warga. BNPB mengimbau masyarakat untuk terus mengikuti informasi resmi dari instansi terkait dan pemerintah daerah sebagai acuan tindakan kesiapsiagaan.
Waspada Potensi Bencana dari Peralihan Musim dan Dinamika Atmosfer
Sebagaimana yang telah disebutkan dari hasil rangkuman kejadian bencana terbaru dalam beberapa hari terakhir, beberapa wilayah Indonesia khususnya Pulau Jawa bagian tengah dan timur hingga Bengkulu mengalami fenomena cuaca ekstrem yang menjadi salah satu tanda masuknya fase peralihan musim kemarau ke musim hujan (pancaroba).
Baca Juga: Strategi Kemenkes Ikut Awasi MBG: Wajibkan SPPG Punya SLHS hingga Gerakkan UKS
Masa peralihan ini ditandai dengan hujan intensitas tinggi yang datang tiba-tiba, disertai petir, angin kencang, dan potensi puting beliung. Kondisi tersebut meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, serta kerusakan infrastruktur akibat angin kencang.
Menurut prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), memasuki pekan terakhir bulan September hingga awal Oktober, wilayah selatan Indonesia berada pada masa peralihan atau periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Selama periode ini, hujan disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat pada skala lokal umumnya terjadi saat siang menjelang sore hingga malam hari, didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
Selain itu, faktor dinamika atmosfer pada skala global, regional, dan lokal turut memberikan kontribusi terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia hingga sepekan ke depan. Aktivitas atmosfer tersebut juga berpotensi menghasilkan hujan dengan intensitas bervariasi, mulai dari ringan hingga sangat lebat.
Disisi lain, Siklon Tropis “BUALOI” diprediksi berada di sekitar Laut Cina Selatan, dengan pergerakan ke arah Barat – Barat Laut. Siklon tropis tersebut membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi) di Laut Cina Selatan, Perairan selatan Filipina, dan Samudra Pasifik Utara Maluku Utara hingga Papua. Siklon ini memberikan dampak tidak langsung berupa hujan sedang – lebat di sejumlah wilayah di Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Papua Barat Daya.