Polemik Pembelajaran Ramadan, Ternyata Libur saat Puasa Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan

Photo Author
- Sabtu, 18 Januari 2025 | 20:56 WIB
Foto: Ilustrasi pembelajaran di rumah  (Instagram )
Foto: Ilustrasi pembelajaran di rumah (Instagram )

Tradisi libur Ramadan ini bahkan terlihat dalam peristiwa Perang Jawa. Pangeran Diponegoro, misalnya, mengusulkan kepada Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Marcus de Kock untuk menghentikan sementara diskusi perang selama Ramadan, sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci.

Namun, sikap baik Belanda ini memiliki motif politis. Peter Carey, seorang sejarawan Inggris, menyebutkan bahwa pendekatan tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi Diponegoro agar menyerah tanpa syarat. 

Baca Juga: Menyoal Iring-iringan Mobil RI-36 , Pejabat di Eropa Ini Justru Dilarang Punya Mobil Dinas

Meskipun demikian, dua hari sebelum Lebaran pada 25 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap, menandai akhir Perang Jawa.

Kebijakan Daoed Joesoef: Menghapus Libur Ramadan

Pada periode 1978-1983, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef membuat gebrakan besar dengan meniadakan libur sekolah selama Ramadan. 

Langkah ini menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengganggu pelaksanaan ibadah puasa dan kegiatan keagamaan seperti pesantren kilat.

Daoed berpendapat bahwa belajar di sekolah juga merupakan bagian dari ibadah. 

Ia merujuk pada perintah pertama Tuhan dalam Al-Qur'an, yaitu Iqra' (bacalah), yang menurutnya mengajarkan pentingnya belajar.

Baca Juga: Sejumlah Siswa SD di Depok Tinggalkan Pesan Menyentuh untuk Prabowo di Ompreng Makanan Bergizi Gratis

Muhammadiyah dan PBNU: Pandangan terhadap Kebijakan Ramadan

Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah ini, dengan menyiapkan paket khusus untuk menggantikan aktivitas belajar-mengajar formal. 

Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyebutkan bahwa kegiatan seperti pesantren kilat di masjid atau sekolah tetap akan dilakukan dengan pengawasan guru.

"Kami mendukung, tapi ada tiga poin penting bagi Muhammadiyah, Ramadan harus tetap dijadikan arena untuk mendidik akhlak, budi pekerti, dan mendidik karakter," kata Haedar.

Di sisi lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan membahas wacana ini lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar pada 5-7 Februari 2025. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ferra Hariyanto

Sumber: Rilis

Tags

Rekomendasi

Terkini

X