hukum

Kejati Sumut Kembali Hentikan Perkara Dengan Restorative Justice

Jumat, 11 Agustus 2023 | 14:27 WIB
Foto: Kejati Sumut kembali menghentikan perkara dengan restorasi justice (Portibinews )

MEDAN-Portibinews: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 4 perkara dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) setelah sebelumnya dilakukan ekspose oleh Kajati Sumut Idianto, SH, MH didampingi Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH, MH, Kasi TP Oharda Zainal, SH, MH serta Kasi lainnya dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Rabu, (9/8/2023).

 

Ekspose perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Taput dan Kajari Binjai serta JPU perkaranya.

Baca Juga: Menko Polhukam: Menteri Agama dan Gubernur Jabar Kawal Ponpes Al-Zaytun Agar Pendidikan Tetap Berjalan

Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa hingga Agustus 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 80 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.

 

Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan bahwa perkara yang dihentikan penuntutannya adalah berasal dari Kejari Belawan An. Tersangka Noto Adi Lueh Alias Noto melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHPidana, dari Kejari Labuhanbatu An. Tsk Jumintar Simangunsong melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

 

Kemudian dari Kejari Labuhanbatu Selatan An. Tsk Septian Satria Alias Tian melanggar Primair Pasal 44 ayat (1) Subsider Pasal 44 ayat (4) UU RI No.23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dari Kejari Sibolga An. Anak Daniel Parulian Simbolon alias Ace Pasal Pasal 480 ayat (1) dari KUHPIdana Jo UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Baca Juga: Ketua Relawan Ganjar, Guntur Romli lebih Memilih Keluar dari PSI

Empat perkara ini disetujui JAM Pidum Kejagung RI untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, artinya di antar tersangka dan korban sudah saling memaafkan dan tidak ada lagi dendam. Perdamaian ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.

 

“Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos A Tarigan.

Baca Juga: Hanya Empat Polsek di Sumatera Utara Yang Menyediakan Ruang Tahanan Anak

Halaman:

Tags

Terkini