JAKARTA-Portibinews: pemerintah pusat telah memutuskan bahwa empat wilayah adat yang selama ini berstatus sebagai pulau, yakni Mangkir Ketek, Lipan, Mangkir Gandan, dan Panjang, secara resmi kembali ke dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.
Kepastian ini diumumkan dalam pernyataan bersama yang disampaikan sejumlah pejabat negara dan kepala daerah, Selasa (17/6/2025), di Jakarta.
Pernyataan resmi disampaikan oleh Menteri Sekretaris Kabibet Prasetyo Hadi, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Keputusan pengenbalian empat palau tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto, dalam rapat koordinasi nasional yang digelar secara daring.
Baca Juga: Heboh Dugaan Anak 7 Tahun Disiksa Ayahnya di Kebayoran Jaksel, Terdapat Luka Bakar di Tubuh Korban
Arahan tersebut kemudian dituangkan dalam nota kesepahaman bersama yang diteken seluruh pihak.
“Empat palau yang sebelumnya berada dalam status khusus dan otonom secara adat telah menyatakan sikap kembali ke pangkuan administrasi Provinsi Aceh. Ini adalah hasil dialog panjang, dan kami pastikan proses ini berlangsung damai dan bermartabat,” kata Mendagri Tito Karnavian.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyebut keputusan ini sebagai momen penting dalam sejarah Aceh.
“Kami menyambut kembali saudara-saudara kita dari Mangkir Ketek, Lipan, Mangkir Gandan, dan Panjang dengan semangat persatuan dan nilai adat yang dijunjung bersama,” ujarnya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Ditelepon Donald Trump Selama 15 Menit, Seskab Teddy Beri Bocoran Pembicaraan
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menegaskan bahwa transisi ini juga memperhatikan aspek sosial dan administrasi yang sensitif.
Pemerintah pusat, kata dia, akan memberikan pendampingan selama masa penyesuaian.
Keempat wilayah tersebut selama ini menjalankan tata kelola berbasis adat di bawah pengakuan khusus sebagai palau, namun tetap berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Proses reintegrasi ke Aceh dilakukan melalui pendekatan budaya, musyawarah, dan kesepakatan bersama antara pemangku adat, tokoh masyarakat, dan pemerintah.